BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di alam semesta ini sangat banyak ditemukan unsur – unsur.
Namun, pada saat ini, pekerjaan yang dilakukan secara konvensional sudah mulai pudar. Umumnya, orang – orang cenderung menggunakan alat – alat yang canggih untuk melakukan pekerjaannya. Karena menurut mereka, dengan menggunakan alat mereka merasa terbantu. Sehingga mudah dalam mengerjakan pekerjaannya. Untuk itu, dalam menentukan konsentrasi suatu logam dalam sampel juga sangat dibutuhkan instrument yang canggih. Sebagai contoh, dengan menggunakan AAS. Karena keutamaan dalam bekerja adalah ketelitian, keefisienan, dan keefektifan. Oleh sebab itu, perlu diberikan pengetahuan mengenai instrument AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) ini kepada masyarakat terutama bagi seorang analis.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang instrumen AAS.
2. Untuk mengetahui cara menggunakan AAS.
1.3 Manfaat
1. Untuk memenuhi tugas Analisis Fotometri.
2. Untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai Spektrofotometri
Serapan Atom.
BAB II
ISI
2.1 Teori Dasar
Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) adalah suatu tehnik analisis untuk menetapkan konsentrasi suatu unsur (logam) dalam suatu sampel. Kelemahan dari AAS diantaranya khusus mengukur logam-logam, untuk gas tidak dapat diukur dengan AAS. Selain itu lampu akan mencari panjang gelombangnya sendiri. Penetuan kadar Cu dilakukan dengan menggunakan AAS karena AAS sensitif, spesifik, dan cepat.
Prinsip dasar Spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990). Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur. Teknik-teknik ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom.
Komponen kunci pada metode spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan uap atom dalam sampel. Pada peralatan optimasi Spektrofotometri Serapan Atom agar memberikan wacana dan sejauh mana sensitivitas dan batas deteksi alat terhadap sampel yang akan dianalisis, optimasi pada peralatan SSA meliputi. Spektrofotometri Serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut. Sekitar 67 unsur telah dapat ditentukan dengan cara AAS. Banyak penentuan unsur-unsur logam yang sebelumnya dilakukan dengan metoda polarografi, kemudian dengan metoda spektrofotometri UV-VIS, sekarang banyak diganti dengan metoda AAS.
Keuntungan metoda AAS adalah:
o Spesifik
o Batas (limit) deteksi rendah
o Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur
o Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh (preparasi contoh sebelum lebih sederhana, kecuali bila ada zat pengganggu)
o Dapat diaplikasikan kepada banyak jenis unsur dalam banyak jenis contoh.
o Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas (mg/L hingga persen)
A. Prinsip Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas.
Adanya absorpsi atau emisi radiasi disebabkan adanya transisi elektronik yaitu perpindahan elektron dalam atom, dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi yang lain. Absorpsi radiasi terjadi apabila ada elektron yang mengabsorpsi energi radiasi sehingga berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Emisi terjadi apabila ada elektron yang berpindah ke tingkat energi yang lebih rendah sehingga terjadi pelepasan energi dalam bentuk radiasi.
Panjang gelombang dari radiasi yang menyebabkan eksitasi ke tingkat eksitasi tingkat-1 disebut panjang gelombang radiasi resonansi. Radiasi ini berasal dari unsur logam/metaloid.
Radiasi resonansi dari unsur X hanya dapat diabsorpsi oleh atom X, sebaliknya atom X tidak dapat mengabsorpsi radiasi resonansi unsur Y. Tak ada satupun unsur dalam susunan berkala yang radiasi resonansinya menyamai unsur lain.
Hal inilah yang menyebabkan metode AAS sangat spesifik dan hampir bebas gangguan karena frekuensi radiasi yang diserap adalah karakteristik untuk setiap unsur. Gangguan hanya akan terjadi apabila panjang radiasi resonansi dari dua unsur yang sangat berdekatan satu sama lain.
1.Atomisasi
1) Atomisasi dengan nyala
Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom logam pada suhu ± 1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan dilakukan atomisasi dengan cara memasukan cairan tersebut ke dalam nyala campuran gas bakar. Tingginya suhu nyala yang diperlukan untuk atomisasi setiap unsur berbeda.
Beberapa unsur dapat ditentukan dengan nyala dari campuran gas yang berbeda tetapi penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan memberikan sensitivitas yang berbeda pula.
Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala:
•Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang akan dianalisa
•Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
•Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan
•Gas cukup murni dan bersih (UHP)
Campuran gas yang paling umum digunakan adalah Udara : C2H2 (suhu nyala 1900 – 2000 ºC), N2O : C2H2 (suhu nyala 2700 – 3000 ºC), Udara : propana (suhu nyala 1700 – 1900 ºC)
Banyaknya atom dalam nyala tergantung pada suhu nyala. Suhu nyala tergantung perbandingan gas bahan bakar dan oksidan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala :
1. Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan cukup stabil. Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman yang rendah untuk mencegah korosi.
2. Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai dengan unsur yang dianalisa.
3. Persyaratan bila menggunakan pelarut organik :
•Tidak mudah meledak bila kena panas
•Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
•Mempunyai titik didih > 100 ºC
•Mempunyai titik nyala yang tinggi
•Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon
Pembuatan atom bebas dengan menggunakan nyala (Flame AAS)
Contoh: Suatu larutan MX, setelah dinebulisasi ke dalam spray chamber sehingga terbentuk aerosol kemudian dibawa ke dalam nyala oleh campuran gas oksidan dan bahan bakar akan mengalami proses atomisasi
2) Atomisasi tanpa nyala
Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi listrik pada batang karbon (CRA – Carbon Rod Atomizer) atau tabung karbon (GTA – Graphite Tube Atomizer) yang mempunyai 2 elektroda.
Sampel dimasukan ke dalam CRA atau GTA. Arus listrik dialirkan sehingga batang atau tabung menjadi panas (suhu naik menjadi tinggi) dan unsur yang dianalisa akan teratomisasi. Suhu dapat diatur hingga 3000 ºC. pemanasan larutan sampel melalui tiga tahapan yaitu :
•Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut
•Pengabuan (ashing), suhu furnace dinaikkan bertahap sampai terjadi dekomposisi dan penguapan senyawa organik yang ada dalam sampel sehingga diperoleh garam atau oksida logam
•Pengatoman (atomization)
3) Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida
Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk unsur As, Se, Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih dari 800 ºC sehingga atomisasi dilakukan dengan membentuk senyawa hibrida berbentuk gas atau yang lebih terurai menjadi atom-atomnya melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4, contohnya merkuri (Hg).
Skema peralatan AAS :
1.Sumber radiasi berupa lampu katoda berongga
2.Atomizer yang terdiri dari pengabut dan pembakar
3.Monokromator
4.Detektor
5.Rekorder
a.Sumber radiasi resonansi
Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube (EDT). Elektroda lampu katoda berongga biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau campuran dari unsur murni yang dikehendaki. Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar, atau He.
Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, arus listrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.
b.Atomizer
Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan burner (sistem pembakar).
•Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.
•Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum memasuki burner.
•Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.
c.Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom di dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator. Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah mengalami absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal dari lampu katoda berongga, gas pengisi lampu katoda berongga atau logam pengotor dalam lampu katoda berongga.
Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah, cermin dan kisi.
d.Detektor
Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik.
e.Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
Gambar 3. Electrodeless Discharege Lamp
2. Nyala
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk spektrokopi nyala suatu persyaratan yang penting adalah bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 2000o K. Konsentrasi tereksitasi, dipengaruhi oleh komposisi nyala.
Komposisi nyala asitelin-udara sangat baik digunakan untuk lebih dari tiga puluh unsur sedangkan komosisi nyala propane-udara disukai untuk logam yang mudah menjadi uap atomic. Untuk logam seperti Alumunium (Al) dan titranium (Ti) yang membentuk oksida refrakori temperatur tinggi dari nyala asitelin-NO sangat perlu, dan sensitivitas dijumpai bila nyala kaya akan asitilen.
Gambar 3. Nyala pada AAS
3. Sistem pembakar-pengabut
Tujuan sistem pembakaran-pengabut adalah untuk mengubah larutan uji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Fungsi pengabut adalah menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan ditarik ke dalam pipa kapiler oleh aksi semprotan udara ditiupkan melalui ujung kapiler, diperlukan aliran gas bertekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang halus.
4. Monokromator
Dalam Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) fungsi monokromator adalah untuk memisahkan garis resornansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Dalam kebanyakan instrument komersial digunakan kisi difraksi karena sebaran yang dilakukan oleh kisi seragam daripada yang dilakukan oleh prisma dan akibatnya instrument kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi sepanjang jangka gelombang yang lebih besar.
5. Detektor
Detektor pada Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) berfungsi mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik. Pada Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT=Photo Multiplier Tube Detector).
6. Read out
Read out merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.
7. Gangguan pada spektro
Gangguan secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu ganguan spectral dan gangguan kimia.
Gangguan spectral disebabkan karena terjadi tumpang tindih absorbasi antara spesies pengganggu dengan spesies yang diukur, ini terjadi karena dua garis letaknya btanerdekatan seperti vanadium 308,211 dan Alumunium 308,215 nm. Karena sempitnya garis emisi pada sumber hallow chatode maka gangguan garis spectral atom jarang terjadi. Adanya hasil pembakaran pada nyala dapat menyebabakan gangguan spectral. Gangguan spectral ini dapat diamati dengan mengunakan blanko yang mengandung zat hasil pembakaran tersebut. Adanya gangguan spiwa ectral dapat dikoreksi dengan mudah pada suatu model berkas tunggal. Adanya peristiwa absorpsi (yang bukan resornansi atom) dan penghamburan juga akan menghasilkan kesalahan positif dalam pembacaan absobansi. Koreksi latar belakang biasanya juga dilakukan dengan dua metode pilihan yaitu sumber kontinyu dan metode efek Zeeman.
Gangguan kimia lebih umum dijumpai dari pada gangguan spectral. Gangguan kimia dapat berupa pembentukan senyawa volatilitas rendah dan kesetimbangan disosiasi ionic dalam nyala. Biasanya anion membentuk senyawa dengan volatilitas rendah dan menurunkan laju atomisasi, misalnya laju ion posfat atau sulfat dapat mereduksi atomisasi kalsium. Kation juga dapat menimbulkan gangguan semacam ini, misalnya Al sebagai pegotor dapat mereduksi kecepatan atomisasi Mg. pembentukan senyawa yang stabil menyebabkan tidak sempurnanya disosiasi zat yang akan dianalisa bila ditaruh dalam nyala, atau pembentukan itu mungkin timbul dari pembentukkan senyawa-senyawa tahan api dalam nyala, yang tidak dapat berdisosiasi menjadi atom-atom penyusunnya. Gangguan tersebut dapat dieliminasi dengan meningkatkan temperatur nyala, pemakaian ’reagensia pelepas’ dan eksitasi analit unsur- unsur pengganggu.
Disamping efek pembentukan senyawa dan pengionan, juga perlu dipertimbangkan efek-efek matriks, ini terutama factor fisik yang akan mempengaruhi banyak contoh yang mencapai nyala, dan terutama dihubungkan dengan factor sepeti viskositas, rapatan, tegangan permukaan dan keatsirian pelarut yang digunakan untuk membuat larutan uji.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Atomic Absorption Spectrophotometry
b. Generator
c. Lampu hallow katoda Cu
d. Alat-alat gelas yang biasa digunakan dilaboratorium Pyrex
e. Hot plate
f. pH meter
g.Botol semprot
h.Labu Ukur 100 mL
i. Gelas piala 250 mL
2. Bahan
a. Larutan sampel 50 ml
b. Larutan standar 1000 ppm
c. Larutan PMI (Pemantapan Mutu Internal)
d. HNO3 5ml
e. Gas C2H4
f. Aquadest
g. Kertas saring
C. Prosedur
1. Pembuatan larutan standar
a. Pembuatan larutan standar 100 ppm
1) Pipet 10 mL larutan standar 1000 ppm, ke dalam labu ukur 100
mL.
2) Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda batas dan dihomogenkan.
3) Setelah itu masukkan ke dalam packing / botol, beri label dan simpan.
b. Pembuatan larutan standar 10 ppm
1) Pipet 10 mL larutan standar 100 ppm, ke dalam labu ukur 100 mL.
2) Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda batas dan dihomogenkan.
3) Lalu dimasukkan ke dalam packing / botol, beri label dan simpan.
- Pembuatan larutan standar 0; 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 ppm
1) Pipet 0 mL, 0,25 mL; 0,5 mL; 1,0 mL; 2,0 mL larutan standar 10
ppm masing-masing kedalam labu ukur 100 mL.
2) Tambahkan dengan larutan pengencer sampai tanda batas dan dihomogenkan, sehingga diperoleh konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 ppm.
3) Lalu masukkan ke dalam packing / botol, beri label dan disimpan.
2. Pembuatan larutan sample
a. Saring 50 mL larutan sampel menggunakan kertas saring.
b. Tambahkan 5 mL HNO3, kemudian panaskan diatas hotplate sampai larutan jernih dan volumenya kira-kira 25 mL.
c. Dinginkan, kemudian pindahkan larutan sampel kedalam labu takar
dan saring kembali menggunakan kertas saring untuk mengambil sisa-
sisa endapan.
d. Larutan sampel yang menyusut dan telah disaring ditambahkan
aquadest hingga volumenya sama dengan volume awal 50 mL
e. Larutan sampel siap diuji..
3. Persiapan alat
a. Persiapan tekanan dan aliran gas
Tipe gas
Tabung
Fuel gas (C2H2)
0,9
0,5
Support gas
(udara N2O2Ar)
3,5
2,5
b. Burner yang digunakan
Burner Head
Panjang slot
Flame
Burner head standar
Udara C2H2
Udara H2
Argon-H2
Burner head temperatur tinggi
Udara-c2h2
Udara-hH2
Argon-H2
N2O-C2H2
4. Menyalakan alat (AAS)
a. Buka kran gas asetilen sampai jarum regulator pada tabung gas
menunjukkan 0,9 kg/cm2.
- Buang sisa udara yang masih tersisa dalam kompresor dengan cara
membuka klep yang ada dibawah kompresor.
- Nyalakan kompresor udaranya dan tutup klep yang masih terbuka.
- Nyalakan komputer.
- Ketikan “win” pada prompt c:/ > dan tekan enter.
- Setelah masuk pada program manager pilih “Shimadzu” dengan cara
mengklik dua kali pada icon “Shimadzu”.
- Pilih icon “AA-6200 PC” dengan mengklik dua kali.
- Klik [wizard] pada kotak dialog yang muncul.
5. Menentukan kondisi alat
- Nyalakan instrument AAS-6200.
b. Klik [connect] pada kotak dialog yang muncul, dan tunggu hingga instalasi selesai yang dtandai dengan semua item telah berwarna hijau kemudian tekan [OK].
- Pilih [Next] pada kotak dialog yang muncul.
d. Isi kotak kosong dengan elemen yang akan dianalisis dengan cara mengisi langsung simbol elemen atau membuka library yang ada, begitupun HC-Lamp yang akan diwarnng up, lakukan langkah kosong berikutnya, kemuadian tekan [next].
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan teori dasar di atas, disimpulkan bahwa AAS merupakan suatu metoda analisis yang untuk menentukan unsur – unsur logam yang berdasarkan pada penyerapan radiasi oleh atom – atom bebas unsur tersebut. Karena sifatnya yang sensitif, spesifik dan cepat.
3.2 Saran
Untuk itu, penulis menyarankan kepada analis kimia agar menggunakan AAS untuk mengetahui konsentrasi suatu logam dalam sampel secara efektif. Dan penulis juga berharap kepada produsen AAS, agar menyosialisasikan AAS di kalangan analis kimia dan menjualnya dengan harga yang mudah dijangkau.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H dan Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik (Edisi keempat). Terjemahan Handyana
Pudjaatmaka.
Braun, R. D. (1982). Introduction To Chemichal Analysis.
Book Company.
Khopkar, S. M,. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik.
Mulja, M. dan suharman. (1997). Analisis Instrumental.
Langga-press.
No comments:
Post a Comment