Translate

Tuesday 24 January 2012

URIN

Bismillaahirrahmanirrahiim

Urin adalah suatu larutan yang kompleks yang merupakan hasil sisa metabolisme yang terdiri dari unsur organik dan anorganik dan bahan - bahan yang dimakan , misalnya obat-obatan.

Dalam pemeriksaan urin, dapat digunakan pengawet, diantaranya toluen, tymol, asam sulfatpekat, formalin, dan lain-lain. Urin yang akan diuji adalah urin dalam keadaan segar dan tanpa pengawet. Adapun jenis pemeriksaan urin rutin adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Fisis
2. Pemeriksaan Protein
3. Pemeriksaan Reduksi
4. Pemeriksaan Billirubin
5. Pemeriksaan Urobilin
6. Pemeriksaan Sedimen

Berat jenis urin dapat diukur dengan alat bernama urinometer. Normalnya, urin tidak akan pernah keruh, tetapi jerjih. Jika terjadi kekeruhan pada urin, maka kemungkinan terjadi kerusakan pada ginjal atau saluran ekskresi pada tubuh. Ada beberapa jenis urin yang perlu diketahui :

1. Urin Pagi,yaitu urin yang diambil pertama kali pada bangun tidur. Gunanya untuk pemeriksaan ginjal dan pemeriksaan kencing manis.
2. Urin Sewaktu, aitu urin yang diambil sembarang waktu, gunanya untuk pemeriksaan ginjal dan diabetes.
3. Urin 2 jam PP atau 2 jam sesudah makan, yaitu mengambil urin 2 jam setelah makan, gunanya untuk pemeriksaan diabetes.
4. Urin 4 porsi, yaitu urin yang diambil setiap 6 jam, jam 12 siang, jam 18 sore, jam 24 malam.
5. Urin 3 porsi, yaitu urin yang digunakan untuk menentukn tempat kelainan, contohnya ginjal rusak, saluran kencing terinfeksi.
6. Urin 24 jam, yaitu urin yang diambil, dikumpulkan selama 24 jam secara terus-menerus mulai dari jam 6 pagi sampai jam 6 pagi besoknya dalam satu wadah.
7. Urin 12 jam, yaitu urin yang dikumpulkan selama 12 jam secara terus-menerus baik siang maupun malam. Gunanya untuk pemeriksaan ginjal.

Optimalisasi Pembuatan Semen PCC

Bismillahirrahmanirrahim

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
Semen sebagai bahan pengikat adukan bahan bangunan dan beton mempunyai peranan penting dalam setiap kegiatan pembangunan fisik, sehingga antara semen dan pembangunan merupakan dua hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan.
Pada zaman globalisasi ini, dapat kita lihat banyaknya perkembangan penduduk dan tingginya tingkat kegiatan pembangunan. Hal ini juga dipicu oleh bencana alam yaitu gempa bumi, yang memporak-porandakan bangunan di Kota Padang pada dua tahun yang lalu. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan berarti meningkat pula kebutuhan semen.
Untuk pembangunan tersebut dapat digunakan berbagai macam jenis semen, misalnya untuk pembangunan rumah sering digunakan semen Tipe1 dan semen PCC. Namun yang sering digunakan adalah semen PCC. Karena memiliki kualitas yang tidak kalah dengan kualitas semen Tipe1. Dengan telah menyebarnya semen PCC di pasaran, maka PT Semen Padang senantiasa meningkatkan kualitasnya agar menjadi lebih baik.
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan percobaaan optimalisasi pembuatan semen PCC ini secara laboratorium.



1.2 Tujuan Pemilihan Judul
Adapun tujuan dari pemilihan judul ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui komposisi kimia dan fisika dari semen PCC.
2. Mengetahui jumlah komposisi dan waktu optimal untuk penggilingan semen PCC di masing-masing pabrik yang ada di PT Semen Padang ( Indarung II, III, IV, V ), sehingga kualitas semen PCC menjadi lebih baik.
3. Menambah wawasan tentang semen PCC.















BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Umum Perusahaan dan Perkembangannya
Secara geografis, lokasi pabrik PT Semen Padang terletak di Kelurahan Indarung Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. Pabrik ini berjarak 15 km dari pusat kota Padang, arah timur jalan raya Padang – Solok berada pada ketinggian 200 meter di atas permukaan laut dan mempunyai luas 630 hektar. PT Semen Padang merupakan suatu perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di lingkungan Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin dan Kimia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
PT Semen Padang merupakan pabrik semen tertua di Indonesia yang didirikan tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indhische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Pada awalnya tahun 1906, dua orang ilmuwan Belanda Ir. Carl Christopus Law dan Ir. Koninberg menemukan bebatuan di Bukit Karang Putih dan Bukit Ngalau yang diduga dapat dijadikan bahan baku pembuatan semen. Setelah diteliti di laboratorium Voor Material Landerzoeki (Belanda), menunjukkan bahwa bebatuan tersebut merupakan bahan baku pembuatan semen yaitu batu kapur (lime stone) dan batu silica (silica stone).
Pada tanggal 25 Januari 1907 Christopus mengajukan izin pendirian pabrik semen ke Amsterdam (Belanda), hal ini mengundang minat pihak swasta Belanda untuk mengolah deposit bahan baku semen tersebut. Sehingga didirikanlah sebuah pabrik semen pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV NIPCM. Proses berdirinya pabrik ini melalui beberapa periode :
a. Periode I (1910-1942)
Pabrik ini berada di bawah kekuasaan Belanda yang berkedudukan di Amsterdam. Pabrik mulai beroperasi tahun 1913 dengan kapasitas produksi 22.900 ton/tahun dan tahun 1939 mencapai angka produksi tertinggi sebesar 170.000 ton / tahun.
b. Periode II (1942-1945)
Saat terjadi perang dunia II, Jepang mulai menguasai Indonesia sehingga pabrik diambil alih oleh Manajemen Asano Cement. Karena sulitnya mencari bahan penolong terutama minyak pelumas, mengakibatkan produksi tidak berjalan lancar. Pada tahun 1944 perusahaan ini dibom Sekutu dan menghancurkan tiga kiln dan menewaskan banyak karyawan.
c. Periode III (1945-1947)
Pada tahun 1945, pabrik diambil alih oleh karyawan bersamaan dengan kekalahan Jepang dari sekutu dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia, kemudian berganti nama menjadi Kilang Semen Indarung.

d. Periode IV (1947-1958)
Pada Agresi Militer Belanda I (1947), pabrik dikuasai oleh Belanda dan berganti nama menjadi NV Padang Portland Cement Maatschappij (NV PPCM). Jumlah produksi sangat sedikit karena banyak karyawan yang mengungsi. Setelah konferensi Meja Bundar (1949), pabrik kembali berjalan normal. Pada tahun 1957 produksi mencapai 154.000 ton / tahun.
e. Periode V (1958-1961)
Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No. 50 tanggal 5 Juli 1958, maka NV PPCM dinasionalisasikan dan selanjutnya ditangani oleh Badan Pengelola Perusahaan Industri dan Tambang (BAPPIT) Pusat. Pada tahun 1958 produksi semen sebesar 80.828 ton, tahun1959 sebesar 120.714 ton, tahun 1960 sebesar 107.695 ton.
f. Periode VI (1961-1971)
Status perusahaan diubah menjadi Perusahaan Negara setelah tiga tahun dikelola BAPPIT. Kapasitas produksi pada tahun itu mencapai 170.071 ton.
g. Periode VII (1971-1995)
Setelah resmi bernama PT Semen Padang, maka pengangkatan Direksi ditentukan berdasarkan RUPS sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 304/MK/1972 yang berlaku semenjak perusahan berstatus PT (Perseroan).
h. Periode VIII (1995-sekarang)
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 5-326/MK.06/1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga pabrik semen milik pemerintah yaitu PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, dan PT semen Gresik yang terealisasi pada tanggal 15 September 1995, sehingga saat ini PT Semen Padang berada di bawah PT Semen Gresik
2.2 Struktur Organisasi
Sebagai perusahaan yang berada dibawah Badan Usaha Milik Negara dalam bentuk persero dengan struktur organisasi berbentuk line dan staf. Kekuasaan tertinggi terletak pada pemegang saham dalam hal ini pemerintah melalui Dewan Komisaris perusahaan ini dipimpin oleh dewan direksi yang diangkat berdasarkan menteri BUMN sedangkan pejabat-pejabat dibawahnya diangkat berdasarkan surat keputusan Dewan Direksi. Salah seorang dari Dewan Direksi diangkat sebagai Direktur Utama dibantu oleh empat direktur lainnya :
1. Direktur Pemasaran
2. Direktur Produksi
3. Direktur Litbang dan Operasi
4. Direktur Keuangan


Juga membawahi langsung :
a. Satuan Pengawasan Intern
b. Sekretaris Perusahaan
Sedangkan untuk masing-masing direktur membawahi antara lain :
Direktur Pemasaran
a. Departemen Penjualan
b. Departemen Perencanaan dan Pengembangan Pemasaran
c. Departemen Distribusi dan Transportasi
Direktur Produksi
a. Departemen Tambang
b. Departemen Produksi II/III
c. Departemen Produksi IV
d. Departemen Produksi V
e. Departemen FTP
Direktur Litbang dan Operasi
a. Departemen Pengembangan Usaha dan Sistem Manajemen
b. Departemen Rancang Bangun dan Rekayasa
c. Departemen Litbang dan Jaminan Kualitas
d. Depertemen Perbekalan




Direktur keuangan
a. Departemen Perbendaharaan
b. Departemen Akuntansi dan Pengendalian Keuangan
c. Departemen SDM
d. Departemen SISFO (Sistem Informasi)
Di PT Semen Padang juga terdapat tenaga kerja staff yaitu orang-orang yang ahli dibidang tertentu yang tugasnya memberi nasehat dan saran-saran dalam bidangnya kepada bawahan dan atasannya dalam fungsi organisasi. Karyawan PT Semen Padang dapat dibagi berdasarkan jadwal kerja sebagai berikut :
1. Karyawan dinas harian dengan jam kerja :
Senin-Kamis : 08.00 s/d 17.00 WIB, istirahat 1 jam di tempat kerja.
Jum’at : 08.00 s/d 11.45 WIB, istirahat jam 11.45s/d 13.45 WIB.
Dan masuk kembali pukul 13.45 s/d 17.00 WIB.
Hari Sabtu, Minggu, serta Hari Besar Nasional libur.
2. Karyawan shiff dengan jam kerja :
Shiff I : 08.00s/d 15.00 WIB
Shiff II : 15.00 s/d 22.00 WIB
Shiff III : 22.00 s/d 08.00 WIB
Hari Sabtu dan Minggu serta hari besar Nasional tetap bekerja. Sistem absensi seluruh karyawan memakai sistem check lock sidik jari.
2.3 Visi dan Misi Perusahaan
2.3.1 Visi
Menjadi Industri semen yang andal, unggul dan berwawasan lingkungan.
2.3.2 Misi
1. Meningkatkan nilai perusahaan bagi stakeholder, bertumbuh dan
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
2. Mengembangkan industri berwawasan lingkungan.
3. Mengembangkan sumber daya manusia yang kompeten dan professional.
2.4 Perkembangan dan Kapasitas Produksi
Sejak diambil alih oleh Pemerintahan Republik Indonesia (RI), PT. Semen Padang terus berkembang dengan pesat dan meningkatkan kapasitas produksinya sebagai berikut :
1. Rehabilitas pabrik Indarung I dimulai pada tahun 1970 sampai tahun 1973. Kapasitas produksinya meningkat dari 120.000 ton / tahun menjadi 220.000 ton / tahun. Rehabilitas Indarung I tahap kedua pada tahun 1973-1976 dengan peningkatan kapasitas produksi dari 220.000 ton / tahun menjadi 330.000 ton / tahun. Namun, sekarang pabrik Indarung I tidak berproduksi lagi.
2. Proyek Pabrik Indarung II dimulai pada tahun 1977 dengan pembuatan semen menggunakan proses kering yang bekerja sama dengan F.L. Smidth & Co. AS (Denmark). Proyek Indarung II selesai pada tahun 1980 dengan kapasitas produksi mencapai 600.000 ton/tahun. Selanjutnya, dilakukan proyek optimalisasi Indarung II, sehingga kapasitas produksinya menjadi 660.000 ton/tahun.
3. Pada tahun 1981, dibangun dua buah pabrik yaitu proyek Indarung IIIA yang selesai pada tahun 1983 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun dan proyek Indarung IIIB yang selesai pada tahun 1987 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun.
4. Pada tahun 1991-1994, proyek Indarung IIIC dilakukan secara swakelola oleh PT Semen Padang dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun, dan selanjutnya Indarung IIIB dan IIIC diberi nama menjadi Indarung IV.
5. Pada tahun 1996, dimulai proyek Indarung V dengan kapasitas produksi mencapai 2.300.000 ton/tahun. Maka dengan beroperasinya Indarung V, total produksi menjadi 5.240.000 ton/tahun.
2.5 Pemasaran Produk
Untuk pemasaran semen, PT Semen Padang diatur oleh Departemen Pemasaran dibawah pengawasan Direktur Komersil. Pemasaran semen di dalam negeri meliputi Sumatera Barat, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa, Bali, Kalimantan Barat. Untuk luar negeri di ekspor ke Bangladesh, Taiwan, Myanmar, Vietnam, Jepang, Thailand, Hongkong, Papua Nugini, Eropa Barat, Amerika dan Philipina.
PT Semen Padang mendistribusikan hampir 63% semen melalui angkutan laut dalam kemasan zak, curah, sedangkan selebihnya menggunakan angkutan darat, dalam kemasan zak, big bag dan curah.
Distribusi ke pasar melalui angkutan darat seperti ke daerah Sumatera barat, Tapanuli Selatan, Riau, Bengkulu dan Jambi, dikantongkan di pabrik Indarung dan distribusi melalui laut di kantongkan di pabrik pengantongan Teluk Bayur.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Semen
Kata Cement berasal dari bahasa latin Cementum yang artinya pengikat atau perekat batu kapur yang serbuknya telah digunakan sebagai bahan adukan (mortar) lebih dari dua ribu tahun yang lalu di negara Italia.
Dalam perkembangannya kata Cement mengalami perubahan sedikit yang diartikan sebagai segala macam bahan pengikat atau perekat seperti ”rubber cement” termasuk ”portland cement”.
Semen adalah hidrolik binder (perekat hidrolik) yang berarti bahwa senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat yang baru yang bersifat perekat terhadap yang lain. Hidrolik semen juga dikenal dengan “Non Hidrolik Binder”, misalnya lime. Adapun contoh pengikat hidrolik semen adalah Portland Cement, Blended Cement, High Alumina Cement, Mansory Cement, dan sebagainya.
Sejak berabad-abad kandungan lime merupakan perekat klasik dalam bangunan yang dibuat dengan memanaskan limestone pada suhu 8500C. Kandungan CaCO3 dari lime stone akan melepaskan CO2 dan menghasilkan burnt lime atau quick lime (CaO). Produk ini bereaksi dengan cepat dengan air menghasilkan Ca(OH)2 dalam butir yang halus dan selanjutnya Ca(OH)2 ini akan bereaksi dengan CO2 dari udara dan mengeras menjadi CaCO3 kembali dan juga bereaksi dengan senyawa-senyawa silikat yang menghasilkan senyawa Kalsium Silikat Hidrat yang bersifat sebagai perekat batuan.
3.2 Sejarah Semen
Semen pertama kali dikenal oleh bangsa Mesir pada abad ke - V yang ditandai dengan adanya piramid-piramid yang merupakan hasil kalsinasi gypsum yang tidak murni. Bangsa Romawi kemudian memperbaiki proses pembuatan semen dari gypsum dengan menambahkan batu kapur dan bahan pengikat yang berasal dari gunung berapi, yang mana bahan tersebut digiling terlebih dahulu sehingga menghasilkan semen yang baik.
Setelah revolusi industri di Eropa pada pertengahan abad XVII banyak dikembangkan penelitian-penelitian penting. Pada tahun 1756, John Smeton berkebangsaan Inggris menemukan hydraulic lime yang dipakai untuk membangun gedung Eddystone Lighthouse. Pada tahun 1797, James Parker berkebangsaan Inggris menemukan suatu pembaharuan dengan membuat semen hydraulic dengan cara membakar batu kapur dengan silica, yang dikenal dengan Roman Semen.
Pada tahun 1818, L.J. Vicat mengatakan bahwa untuk pembuatan semen yang tahan terhadap air tidak hanya dari campuran batu kapur dan tanah liat saja, tetapi batu kapur yang mengandung alumina silica dan komposisinya dapat diatur serta dengan penambahan sejumlah magnesium alumina dan besi dalam bentuk oksidanya dengan perbandingan tertentu. Campuran ini mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap air.
Pada tahun 1824, John Aspenden seorang pengukir batu di Inggris, membuat sejenis semen dengan cara kalsinasi dari campuran batu kapur dan tanah menjadi luluhan dengan penambahan air, setelah itu campuran dibakar dalam tungku sehingga terjadi penguraian batu kapur dan karbondioksida. Kapur tohor ini bereaksi dengan senyawa-senyawa lain dan terbentuk terak (klinker) yang kemudian dikenal dengan nama Portland Cement, karena bahan tersebut berasal dari pulau Portland di Inggris.
Berdasarkan hasil percobaan dari John Aspenden maka diciptakanlah proses sintering burning yang merupakan pemanasan atau pembakaran dengan menggunakan temperatur yang optimum untuk menghasilkan semen. Berkembangnya proses pembuatan semen dimulai dari proses basah dan berkembang menjadi proses kering.
Kira-kira dua puluh tahun kemudian setelah pembaharuan oleh John Aspenden, barulah mulai diproduksi semen dengan kualitas yang dapat diandalkan. Prestasi I.C Johnson yang mulai meletakkan dasar-dasar proses kimia dalam pembuatan semen juga tidak dapat dilupakan dan baru kira-kira tahun 1850 Portland semen dengan kualitas baik dikembangkan di Inggris dengan dibukanya empat buah pabrik semen, kemudian disusul negara Jepang pada tahun 1873 dan negara-negara lainnya.
3.3 Sifat-sifat Semen
Secara umum sifat – sifat semen adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengeras apabila dicampur dengan air.
2. Tidak larut dalam air.
3. Plastis sementara bila dicampur dengan air.
4. Melepaskan panas bila dicampur dengan air.
5. Dapat melekatkan batuan apabila dicampur dengan air (sementasi).
Ada beberapa sifat semen yang utama adalah :
1. Sifat Hidrasi Semen
Hidrasi semen adalah reaksi yang terjadi antara komponen atau senyawa semen dengan air yang akan menghasilkan senyawa hidrat. Reaksi hidrasi semen akan menghasilkan panas yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas beton. Semua senyawa hidrat terdapat dalam bentuk “Cement Gel”. Senyawa hidrat tersebut terdiri dari :
1. Calcium Silicate Hydrate + Ca(OH)2
2. Calcium Aluminate hydrate (3CaO.Al2O3.3H2O)
3. Calcium Sulfuric Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3CaSO4.3H2O)4
2. Setting ( Pengikatan ) dan Hardening ( Pengerasan )
Setting (pengikatan) pada adonan semen dengan air adalah sebagai gejala terjadinya kekakuan atau kebekuan semen yang biasanya dinyatakan dengan waktu pengikatan (setting time) yaitu mulai terjadinya adonan sampai semen mulai kaku, sedangkan hardening (pengerasan) yaitu keadaan dimana semen mulai mengeras dan memberikan kekuatan.


Ada dua macam setting time, yaitu :
a) Initial Setting Time (waktu pengikatan awal) ialah waktu mulai adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah mulai tidak workable .
b) Final Setting Time (waktu pengikatan akhir) ialah waktu mulai adonan terjadi sampai kekakuan penuh.
Pada umumnya setting time dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
a) Kandungan C3A, makin besar kandungan C3A cenderung akan menghasilkan setting time yang makin pendek.
b) Kandungan Gipsum (CaSO4.2H2O), makin besar kandungan gipsum di dalam semen, akan menghasilkan setting time yang makin panjang.
c) Kehalusan, makin halus partikel-partikel semen akan cenderung menghasilkan setting time yang makin pendek.
d) False set (Pengikatan semu)
Yaitu gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dan adonan semen, mortar atau beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak. False set terjadi karena pada operasi penggilingan klinker dan gipsum dilaksanakan pada suhu operasi yang terlalu tinggi sehingga terjadi dehidrasi (pelepasan air kristal).


e) Quick Set atau Flash Set
Yaitu gejala terjadinya pengembangan kekakuan yang terlalu cepat dari adonan semen, mortar, atau beton dengan disertai pelepasan panas yang cukup besar, dimana kekakuan ini tidak dapat dihilangkan dengan pengadukan lebih lanjut tanpa penambahan air.
3. Kuat Tekan
Yaitu sifat yang harus dimiliki oleh semen untuk dapat menahan beban tekan. Biasanya kuat tekan (kg/cm2) dinyatakan pada umur 3, 7, dan 28 hari untuk mortar dan beton. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan semen yaitu :
a. Kualitas semen
Kehalusan semen
Makin halus semen / partikel semen, akan menghasilkan kekuatan tekan semen yang tinggi. Hal ini karena makin luasnya permukaan yang bereaksi dengan air dan kontak dengan agregat. Kehalusan semen dapat diukur dengan alat Blaine. Semen yang akan ditentukan kehalusannya harus ditimbang terlebih dahulu. Untuk mendapatkan berat semen yang akan ditimbang, tergantung dari jenis semen dan berat jenis semen. Untuk mengetahui berat semen dapat digunakan rumus berikut :
W = Bj x V x ( 1 – 0,5 )
W = Berat contoh yang akan ditimbang
Bj = Berat jenis contoh yang akan ditimbang
V = Volume bed semen (hasil kalibrasi)
0,5 = Porositas Semen
Berikut ini adalah jumlah berat semen rutin PT Semen Padang yang akan ditimbang untuk uji kehalusan yaitu :
Tipe I = 3,15 x 1,892 x 0,50 = 2,9799 gram
PPC = 3,09 x 1,892 x 0,50 = 2,9231 gram
PCC = 3,06 x 1,892 x 0,50 = 2,8948 gram
Komposisi Kimia
a) C3S dan C2S
C3S memberikan constribusi yang besar pada perkembangan kekuatan awal, sedangkan C2S memberikan konstribusi kekuatan tekan pada umur yang lebih panjang.
b) C3A
C3A mempengaruhi kekuatan tekan sampai pada tingkat tertentu, pada umur 28 hari dan pengaruh ini makin kecil sampai nol pada umur setelah satu atau dua tahun.
c) C4AF , tidak mempengaruhi kekuatan tekan terlalu banyak.

d) MgO
MgO tidak memberikan konstribusi yang berarti pada pengembangan kekuatan tekan. Tetapi akan mengakibatkan ekspansi yang halus, berupa retak-retak rambut, apabila kandungan MgO dalam semen cukup tinggi.
b. Kualitas selain semen (Kualitas air, agregat, additive, dan hal-hal lain).
4. Penyusutan
Yaitu penyusutan volume beton karena adanya air yang ada dalam adonan semen tersebut. Semen yang baik adalah jika penyusutannya sekecil mungkin.
5. Ketahanan (durabilitas)
Yaitu ketahanan beton terhadap pengaruh yang dirusak oleh pengaruh sulfat dan abrasi (pengikisan).
6. Warna Semen
Warna semen ditentukan oleh kandungan MgO dan C4AF (4CaO. Al2O3.Fe2O3 = tetra calsium alumino ferrite ) dalam semen. MgO umumnya berasal dari limestone. Dalam proses pembakaran di dalam kiln, apabila kadar MgO tidak lebih dari 2 % (dari massa klinker), maka MgO tersebut akan bersenyawa dengan mineral klinker, menghasilkan senyawa mineral yang berwarna gelap. Senyawa tersebut tidak memberikan pengaruh negatif atau positif terhadap kualitas semen. Sedangkan C4AF juga menyebabkan warna semen menjadi gelap, karena warna C4AF sendiri yang gelap. Akan tetapi, makin besar kandungan C4AF, maka konsekuensinya menyebabkan kadar C3A makin kecil, dan ini menyebabkan kekuatan tekan semen akan menurun . Oleh karena itu, mutu kimia semen produksi PT Semen Padang mempunyai kadar MgO yang rendah ( < 2 % ) dan juga C4AF yang cukup rendah ( 9 % ), maka warna semen produksi PT Semen Padang adalah agak pucat (tidak gelap).
3.4 Komponen-komponen Semen
Semen terdiri dari berbagai senyawa mineral seperti : C3S, C2S, C3A, dan C4AF yang berarti senyawa semen berasal dari zat (oksida kapur, oksida silika, oksida aluminat dan oksida besi). Oleh karena itu, bahan baku semen adalah bahan-bahan yang dapat menghasilkan keempat oksida tersebut dan dapat berasal dari satu atau beberapa jenis bahan baku, tetapi apabila tidak cukup perlu ditambah dengan bahan mentah lain. Sumber-sumber utama bahan mentah tersebut adalah :
1. Batu Kapur (Lime Stone)
Batu kapur adalah bahan utama dalam pembuatan semen yang berfungsi sebagai sumber kalsium oksida (CaO). Panggunaan batu kapur adalah sekitar 80% dari total kebutuhan bahan mentah. Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam batu kapur adalah ± 50 % CaO, ±11% SiO2, ±2% Al2O3, ±1 % Fe2O3, dan oksida-oksida lain seperti MgO.
Batasan komposisi batu kapur dalam penggunaannya :
a. CaO : min 48 %
b. SiO2 : maks 10 %
c. H2O : maks 6 %
Pengambilan batu kapur untuk PT Semen Padang terletak di Bukit Karang Putih yang berjarak 2-3 km dari lokasi pabrik.
2. Batu Silika ( Silica Stone)
Batu silika merupakan sumber utama silika dioksida dan alumina yang merupakan bahan aditif dan bahan untuk mengkonversikan kekurangan komposisi kimia pada pembuatan semen. Kebutuhan batu silika ini sekitar 9-10 % dari total kebutuhan bahan mentah. Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam batu silika adalah : ± 70 % SiO2, ± 13% Al2O3 , ± 16 % Fe2O3, dan ± 1 % CaO.
Batasan komposisi batu silika dalam penggunaannya :
a. SiO2 : min 65 %
b. H2O : maks 12 %
Pengambilan batu silika untuk PT Semen Padang terdapat di Bukit Ngalau yang terletak ± 1,5 km dari lokasi pabrik.
3. Tanah Liat (Clay)
Tanah liat adalah senyawa alumina silikat yang dalam pembuatan semen adalah sebagai sumber alumina oksida ( Al2O3). Kebutuhan tanah liat ini sekitar 9-10% dari total kebutuhan bahan mentah. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam tanah liat adalah ± 45% SiO2, ± 29% Al2O3, ± 10% Fe2O3.
Batasan komposisi tanah liat dalam penggunaanya :
a. SiO2 : maks 65%
b. Al2O3 : min 27%
c. H2O : maks 37 %
Sumber tanah liat untuk PT Semen Padang didatangkan dari luar yaitu dari Gunung Sarik dan Sungai Bangek, Kodya Padang, yang dipasok oleh PT Andalas Yasiga Pratama, PT Maju Bersama Ekasalusi, PT Anugerah Mega Lestari, PT Kelola Swadaya Nagari, PT Talawi Pangkalan dan PT lainnya.
4. Pasir Besi dan Copper Slag
Pasir besi merupakan sumber utama dari oksida besi (Fe2O3). Kebutuhan pasir besi sekitar 1-2 % dari total kebutuhan bahan mentah. Pasir besi ini berfungsi sebagai pemberi warna gelap pada semen dan secara teoritis berfungsi sebagai fluks dalam pembakaran dan menurunkan C3A.
PT Semen Padang tidak memiliki areal tambang pasir besi, tetapi membeli dari luar yang biasanya dari PT Aneka Tambang Cilacap dan Copper Slag yang juga sebagai sumber Fe2O3. Didatangkan dari Melting Co melalui PT Wahyu Panca Sukses.


5. Gipsum
Gipsum merupakan bahan mentah tambahan dalam pembuatan semen. Gipsum merupakan sumber kalsium sulfat (CaSO4.2H2O). Penambahan gipsum berguna untuk memperbaiki sifat-sifat semen, penambahan gipsum berfungsi sebagai retarder yaitu zat yang dapat mengendalikan atau mengatur proses pengerasan atau pengikatan (setting time) semen atau mengatur kecepatan reaksi apabila semen dicampur dengan air. Gipsum yang digunakan PT Semen Padang adalah Gipsum alam yang didatangkan dari Thailand dan gipsum sintesis dari PT Petrokimia Gresik.
3.5 Proses Pembuatan Semen
3.5.1 Jenis Proses
Pada dasarnya proses pembuatan semen dapat dibagi atas dua macam :
1. Proses Basah
Proses pembuatan semen dengan proses basah adalah dengan cara menghancurkan bahan mentah dalam keadaan kering sedangkan penghalusannya dilakukan dalam keadaan basah dengan menambahkan air, sehingga didapatkan hasil berupa lumpur yang disebut slurry. Slurry yang dihasilkan dilewatkan melalui saringan, slurry yang halus dipompakan ke dalam tangki pengaduk sedangkan yang kasar dikembalikan ke dalam sistem untuk dihaluskan kembali. Slurry yang halus diaduk merata dan komposisinya diatur sesuai dengan standar yang ditetapkan kemudian diumpankan ke dalam kiln untuk dibakar. Kadar air pada umpan kiln diusahakan sekitar 30-36 %.
Keuntungan proses basah adalah :
1. Debu yang dihasilkan tidak banyak (polusi udara kecil).
2. Umpan kiln lebih homogen.
3. Operasi sederhana.
Kerugian proses basah adalah :
1. Pemakaian bahan bakar lebih banyak.
2. Kiln yang digunakan lebih panjang.
3. Memerlukan air yang cukup banyak.
2. Proses Kering
Pada proses kering bahan mentah dicampurkan dan dihaluskan atau digiling dalam keadaan kering, sehingga diperoleh hasil penggilingan berupa tepung atau bubuk yang disebut Raw Mix. Raw Mix ini dimasukkan ke dalam silo campuran untuk homogenasi dan siap diumpan untuk dibakar. Kadar air pada Raw Mix kurang dari 1%.
Keuntungan proses kering adalah :
1. Ukuran Kiln yang digunakan lebih pendek daripada Kiln pada proses basah.
2. Pada proses kering tidak memerlukan air, cocok digunakan untuk daerah yang sulit air.
3. Bahan bakar lebih hemat.
4. Pemakaian panas lebih sedikit daripada proses basah.
Kerugian proses kering adalah :
1. Debu yang dihasilkan lebih banyak, akan menyebabkan polusi udara sehingga diperlukan alat khusus untuk menangkap debu.
2. Homogenasi kurang sempurna.
3.5.2 Tahapan Proses
Secara umum tahapan proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi empat tahapan yaitu :
1. Penyediaan Bahan Mentah
Penyediaan bahan mentah adalah aktivitas yang dimulai dari penambangan, pemecahan (crushing) dan transportasi sampai bahan mentah berada di storage pabrik.
Bahan mentah merupakan batu kapur, batu silika, tanah liat, dan pasir besi yang ditumpuk ke storage, dilakukan juga pengaturan dalam pencampuran awal bahan mentah tersebut agar kualitas bahan mentah lebih seragam.
2. Pengolahan Bahan Mentah
Pengolahan bahan mentah meliputi : pencampuran sesama bahan mentah sesuai dengan perbandingannya, pemecahan dan penggilingan bahan mentah, dan homogenasi. Sewaktu penggilingan pada proses kering menggunakan udara atau gas panas untuk pengeringan bahan mentah.
3. Pembakaran Raw Mix / Slurry Menjadi Klinker
Bahan bakar yang digunakan pada proses pembakaran ini adalah batu bara. Tujuan utama dari proses pembakaran ini adalah untuk melaksanakan reaksi-reaksi kimia antara oksida-oksida yang terdapat dalam Raw Mix. Untuk melaksanakan reaksi tersebut secara sempurna dibutuhkan panas atau suhu yang tinggi.
Pada proses pembakaran ini menggunakan dua sistem pembakaran yaitu :
a. Wet Kiln System
Proses ini digunakan untuk membakar slury dengan menggunakan sebuah alat pertukaran panas yang disebut dengan Calsinator dan sebuah Chain System. Dimana sebelumnya dilakukan pengeringan air yang terdapat pada slurry. Pada proses ini terjadi beberapa proses utama yaitu pengeringan, pemanasan pendahuluan, kalsinasi, pemijaran, dan pendinginan. Dengan melaksanakan kelima proses ini terhadap slurry yang diumpankan, akan terbentuk suatu hasil yang dinamakan Terak atau Klinker. Proses ini membutuhkan suhu sekitar 1440-1460 oC.
b. Dry Kiln System
Proses ini digunakan untuk membakar Raw Mix. Proses ini merupakan kerja sama antara Four Stage Suspension Preheater dengan menggunakan sebuah Rotary Kiln. Dimana pada Four Stage Suspension Preheater terjadi proses preheating dan sebagian proses calcining. Sedangkan di dalam Rotary Kiln terjadi proses calcining lanjutan, sintering dan cooling.
Dry Kiln System ini juga menghasilkan klinker yang pembentukannya juga membutuhkan suhu yang tinggi yang hampir sama dengan suhu pada Wet Kiln System 1440-14600C.
Dari blending silo raw mix di dumping ke storage silo dan dari sini raw mix diharapkan sudah homogen komposisi kimianya dan sudah sesuai dengan standar laboratorium yang ada. Dan selanjutnya dilakukan proses pembakaran.
4. Proses Penggilingan
Klinker yang telah didinginkan dalam cooler kemudian dimasukkan ke dalam silo-silo klinker, diumpankan bersama gypsum ke dalam Cement Mill atau Finish Mill yang biasa disebut Tromol Semen. Di dalam alat penggilingan ini klinker yang berukuran 1 sampai dengan 40 mm digiling bersama-sama dengan gypsum sampai menjadi bubuk yang mempunyai kehalusan tertentu. Disamping proses penggilingan, didalam Mill terjadi pencampuran antara klinker dengan gypsum sehingga menghasilkan semen portland yang homogen. Proses lain yang terjadi di dalam Mill adalah proses pendinginan dengan memberikan water sprying yang bertujuan untuk menyerap panas yang dihasilkan dari proses penggilingan. Penyerapan panas ini sangat penting untuk menekan suhu material yang akan digiling. Pada proses penggilingan klinker ini, secara umum tidak ada perbedaan antara proses basah dan proses kering dalam pembuatan Semen Portland.
5. Pembakaran di area Kiln
Bahan bakar yang dapat digunakan dalam proses ini adalah minyak residu dan gas alam atau batu bara yang telah mengalami proses penghalusan. Saat ini, yang banyak digunakan adalah batu bara karena harganya relatif murah. Tujuan utama proses pembakaran adalah untuk menghasilkan reaksi-reaksi kimia di antara oksida-oksida yang terdapat dalam slurry atau raw mix. Proses ini akan menghasilkan produk baru yang diberi nama klinker.
Agar reaksi-reaksi tersebut berlangsung secara sempurna dibutuhkan panas yang banyak dan suhu yang tinggi. Panas didapat dari pembakaran bahan bakar.
Pembentukan klinker terjadi di dalam kiln, tahapan reaksi pada suhu tertentu di dalam kiln dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan reaksi pada suhu tertentu di dalam kiln
Reaksi Suhu proses
1. Proses penguapan air
2. Tahapan pelepasan air hidrat clay (tanah liat)
3. Tahapan penguapan CO2 dari batu kapur dan mulai kalsinasi
4. Tahapan pembentukan C2S
5. Tahapan pembentukan C3A dan C4AF
6. Tahapan pembentukan C3S 100 0C
500 0C
805 0C

800-900 0C
1095-1205 0C
1260-1455 0C


a) Reaksi pelepasan air hidrat clay : Al2Si2O7.xH2O → Al2O3 + 2SiO2 + x H2O
b) Reaksi kalsinasi : CaCO3 → CaO + CO2
c) Reaksi pembentukan C2S : 2CaO + SiO2 → 2CaO.SiO2
d) Reaksi pembentukan C3A dan C4AF :
1. 3CaO + Al2O3 → 3CaO.Al2O3
2. 4CaO + Al2O3 + Fe2O3 → 4CaO.Al2O3.Fe2O3
e) Reaksi pembentukan C3S : 2CaO.SiO2 + CaO → 3CaO.SiO2
6. Penggilingan Akhir di Cement Mill
Klinker yang dihasilkan dari proses pembakaran, selanjutnya mengalami proses penggilingan. Pada saat penggilingan, klinker dicampur dengan gipsum (4% - 6%) yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas semen. Fungsi gipsum dalam semen adalah sebagai ”Retarder”, yaitu bahan yang dapat mengendalikan waktu pengerasan semen, sehingga semen tidak terlalu cepat mengeras. Dua jenis gipsum yang umum digunakan, yaitu : gipsum alam dari Thailand dan gipsum sintetis yang merupakan hasil samping pembuatan pupuk TSP. Dari hasil penggilingan klinker dan gipsum inilah diperoleh semen. Mesin penggilingan semen disebut Cement Mill atau Finish Mill (penggilingan akhir).
3.6 Optimum Grinding Time
Penggilingan merupakan proses yang bertujuan untuk menghomogenisasikan dan menghaluskan suatu material agar efek X-Ray yang dihasilkan optimal terhadap analisa material yang dipengaruhi oleh luas permukaan.
Optimum Grinding Time ( OGT)
Optimum Grinding Time ( OGT ) biasanya ditentukan untuk menentukan waktu yang digunakan untuk analisa rutin.
Adapun tujuan OGT adalah :
- Untuk mencari waktu yang ideal dalam melakukan penggilingan.
- Untuk mendapatkan waktu dan kerja efisien dengan fluktuasi rendah.
Penentuan Optimum Grinding Time ( OGT ) biasanya dapat ditentukan dari hasil analisa X-Ray dengan memplot hasil analisa X-Ray ke dalam sebuah kurva kalibrasi.
Adapun syarat atau cara menentukan Optimum Grinding Time (OGT ) pada kurva kalibrasi adalah sebagai berikut :
1. Buatlah kurva kalibrasi waktu VS komposisi material dari hasil analisa X-Ray terlebih dahulu.
2. Kemudian lihatlah garis yang paling landai terhadap waktu. Selain itu lihatlah waktu yang efisien atau yang terpendek dengan garis yang paling landai terhadap waktu.
3.7 Jenis-jenis Produk semen
3.7.1 Semen Portland
Semen portland adalah semen hydrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker dari kalsium silikat yang bersifat hydrolis yang digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa kristal gypsum. Klasifikasi semen portland:
1. Semen Portland Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Merupakan semen portland yang digunakan dalam penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus yang disyaratkan pada jenis lain.
Contoh pemakaian : Gedung – gedung bertingkat, bangunan perumahan, landasan pacu, jalan raya, dan jembatan.





2. Semen Portland Tipe II ( Moderate Sulphate Resistance Cement)
Merupakan semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang.
Contoh pemakaian: Dermaga, bendungan, bangunan di atas tanah berawa dan bangunan tepi pantai.
3. Semen Portland Tipe III ( High Early Strenght Cement)
Merupakan semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
Contoh pemakaian : Jalan layang, bangunan tingkat tinggi dan landasan lapangan udara.
4. Semen Portland Tipe IV (Low Heat Hydration)
Merupakan semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap panas hidrasi rendah.
Contoh pemakaian : Bendungan, bangunan dengan massa besar.
5. Semen Portland Tipe V (High Sulphate Resisstance Cement )
Merupakan semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.
Contoh pemakaian : Dermaga, bangunan dan pantai, bangunan diatas tanah berawa, konstruksi dalam air, terowongan, dan pembangkit tenaga nuklir.
6. Super High Early Strength Portland Cement
Semen ini mempunyai perkembangan kekuatan tekan yang tinggi, sehingga kekuatan tekan umur satu hari dapat menyamai kekuatan tekan umur 3 hari dari high early strength. Semen ini dipakai untuk kebutuhan-kebutuhan konstruksi yang perlu cepat selesai, atau pekerjaan grouting.
Kandungan utama semen portland adalah sebagai berikut :
Rumus kimia Nama Symbol
3CaO.SiO2 Tricalcium silicate (alite) C3S
2CaO.SiO2 Dicalcium silicate (belite) C2S
3CaO.AlO2 Tricalcium aluminate (interstitial phase) C3A
4CaO.Al2O3.Fe2O3 Tetra calcium alumino ferrite ( phase stitial) C4AF
(Tim pelayanan teknis PT Semen Padang 1998: 4)
Senyawa ini dapat terikat dengan air (proses hidrasi) dan menghasilkan senyawa hidrat yang dapat digunakan sebagai perekat batuan.
Proses hidrasi terjadi ketika semen bereaksi dengan air. Reaksi ini menghasilkan hidrat yang bersifat stabil pada suhu ruang. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
3CaO.SiO2 + 2 CaO. SiO2 + H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2

3CaO.Al2O3.3H2O yang dihasilkan oleh C3A (3CaO.Al2O3) berbentuk gel yang cepat kaku. Oleh karena itu, semen disebut dengan hydraulic binder. Semen juga mengandung gypsum (CaSO4.2H2O) sebagai retarder yang dapat menyebabkan semen tidak cepat kaku. Senyawa lain yang terdapat dalam semen adalah MgO yang berasal dari limestone. Semakin tinggi kadar MgO, warna semen akan semakin gelap. Penambahan MgO yang berlebihan dapat menyebabkan retakan halus.
3.7.2 Blended Cement
1. SMC ( Super Mansory Cement), (1996) :
Yaitu Semen Portland Campur (Mixed Cement / Portland Composit Cement).
Semen ini cocok digunakan untuk bahan pengikat dan direkomendasikan untuk penggunaan kontruksi ringan ( K≤ 225 Kg/cm2 atau fc’ setinggi-tingginya 20 mpa), pembuatan bahan bangunan (hollow brick, batako dan paving block), pemasangan keramik, hollow brick, bata, dan lain-lain, sangat cocok untuk pekerjaan pembuatan pondasi konstruksi bangunan ringan, untuk pengerjaan plesteran, pengcoran, dan pencetakan. Keuntungan dari semen SMC ini antara lain: mudah pengerjaannya, kedap air, pengerutan/penyusutan kecil, panas hydrasi rendah, pertumbuhan kekuatan tekan yang relatif lebih lambat, dan mempunyai pori-pori permukaan yang sangat kecil. Semen SMC kegunaanya untuk bangunan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana, untuk polongan air.
2. PPC ( Portland Pozzolan Cement), (1998) :
Konstruksi sederhana, ketahanan sulfat sedang dan panas hydrasi yang sedang. Dipergunakan untuk bangunan di tepi pantai, bendungan, dam, irigasi dan perumahan. Selain itu PPC juga bisa digunakan untuk bahan bangunan seperti: genteng, hollow brick, polongan, ubin.
3.7.3 Special Cement
1. OWC (Oil Well Cement), (1986) :
Type khusus untuk kontruksi sumur minyak dibawah permukaan laut dan bumi. Semen ini khusus dipakai untuk pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam.
OWC yang diproduksi oleh PT Semen Padang adalah Class G-HSR disebut juga sebagai “BASIC OWC” karena dengan menambahkan additive dapat digunakan untuk berbagai tingkat kedalaman dan temperatur.




BAB IV
PELAKSANAAN PERCOBAAN

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada tanggal 08 sampai 15 Agustus 2011 di Laboratorium Fisika Biro Jaminan Kualitas dan Pelayanan Teknis PT Semen Padang.
4.2 Preparasi Sampel
Sebelum dianalisa, ditimbang lime stone, pozzolan, klinker, dan gipsum dari pabrik Indarung II, III, IV, V dengan berat dan kadar yang berbeda. Kemudian campuran tersebut digiling dengan Cement Mill Mini sesuai dengan waktu penggilingan yang ditargetkan.
4.3 Metode yang Digunakan
Dalam analisis semen PCC ini, penulis menggunakan metode yang sesuai dengan SNI 15 – 7064 – 2004 yang mengacu SNI 15 – 2049 – 2004 , dimana metode dasar yang digunakan untuk analisa kimia adalah metode gravimetri dan volumetri.
Gravimetri adalah suatu metode yang didasarkan atas pengukuran berat dari residu dengan tahap pengendapan, penyaringan, pencucian, pengeringan dan pemijaran. Metode ini digunakan untuk pengujian BTL dan Hilang Pijar. Sedangkan volumetri adalah suatu metode yang didasarkan pada jumlah volume suatu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah komponen tertentu dalam contoh. Metode ini digunakan untuk pengujian CaO bebas.
Sedangkan untuk analisa fisika, hasil analisis umumnya didapatkan dari pembacaan alat.
4.4 Prinsip Analisis Kimia
4.4.1 Bagian Tidak Larut dalam Asam
Dalam metode ini bagian tak larut dari semen ditentukan dengan mendigest contoh dalam HCl. Setelah penyaringan, selanjutnya didigest dengan natrium hidroksida (NaOH). Residu yang diperoleh dipijarkan dan ditimbang.
Apabila metode uji ini digunakan pada semen campuran (blended cement), penguraian dalam asam dianggap sempurna jika terak semen portland terurai seluruhnya. Larutan ammonium nitrat digunakan pada pencucian akhir untuk mencegah bahan tak larut yang halus lolos dari kertas saring.
4.4.2 Hilang Pijar (Lost of Ignition)
Dalam metode uji ini semen dipijarkan dalam tungku pemanas (furnace) pada suhu yang telah diatur (950 ± 50oC), didinginkan dan ditimbang. Bagian yang hilang diasumsikan untuk menunjukkan jumlah air dan CO2 dalam semen. Persen hilang pijar didapatkan dari perbandingan berat contoh yang hilang dengan berat contoh dan dikali 100 % . Prosedur ini tidak sesuai untuk menentukan hilang pijar dari portland blast furnace slag cement dan slag cement.
4.4.3 CaO Bebas (Free Lime)
Metode uji ini adalah uji cara cepat untuk menentukan kalsium oksida bebas dalam terak segar. Jika dipakai untuk semen atau terak yang telah lama, harus diingat kemungkinan adanya kalsium hidroksida, karena metode ini tidak membedakan antara CaO bebas dan Ca(OH)2 bebas.
Dalam metode ini kapur bebas dititrasi dengan ammonium asetat dan Sr(NO3)2 untuk mempercepat reaksi.
4.5 Alat dan Bahan
Alat :
4.5.1 Uji Fisika
1. Ayakan standart 45μ dan 90μ.
2. Alat Alpine Air Jet Sieve.
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 g.
4. Kuas kuas yang lemas bulunya
5. Alat alpine air jet sieve
6. Neraca analitik
7. Kuas 2 inchi yang lemas bulunya
8. Blaine
9. Stopwatch
10. Alat vicat
11. Gelas ukur 200 atau 250 mL
12. Cicin ebonit
13. Mixer
14. Klem otomatis
15. Plat kaca
16. Sarung tangan karet
17. Sendok semen
18. Mangkok pengaduk
19. Batang peluncur
20. Curing Chamber
21. Cetakan kubus yang berukuran 5 x 5 cm
22. Pisau aduk segitiga
23. Tamper
24. Mesin penguji kuat tekan
4.5.2 Uji Kimia
1. Gelas piala 250 mL
2. Erlenmeyer 250 mL
3. Gelas piala 1000 mL
4. Batang pengaduk
5. Spatula
6. Neraca anlitik
7. Tungku pemanas listrik suhu ± 1200 0C
8. Hot plate
9. Desikator
10. Perahu timbang
11. Kaca arloji
12. Corong
13. Krusibel
14. Penjepit cawan
15. Botol semprot
16. Furnace 8000C dan 10000C
17. Tungku pemanas
18. Cawan platina
19. Desikator
20. Kuas analitik
21. Refluk kondensor
22. Tungku dan silika gel
23. Buret 10 mL skala tidak boleh lebih besar dari 0,05 mL
24. Batu didih
25. Erlenmeyer vacuum
26. Standar dan klem
Bahan:
4.5.3 Uji Fisika
1. Air
2. Semen
3. Kertas saring ukuran 12,7 mm
4.5.4 Uji kimia :
1. Air
2. Semen
3. NH4NO3 20 gr per liter
4. NaOH 10 gr per liter
5. HCl pekat
6. Amonium asetat
7. Gliserin etanol
8. Sr(NO3)2
9. Indikator phenol phthalein
10. Pelarut gliserin-etanol (1 : 2 )
11. Strontium nitrat (Sr(NO3)2)
12. Kertas saring Whatman 40 dan 41
4.6 Cara Kerja
4.6.1 Uji Fisika
A. Sieving
1. Ditimbang contoh semen sebanyak 20,00 gram (timbangan Sartorius 1507 kap. 5500 g).
2. Ditempatkan ayakan pada alat Alpine, sehingga sieve drum rapat dengan bagian dalam housing alpine.
3. Ditempatkan contoh yang ditimbang tadi diatas ayakan, tutup ayakan dengan penutupnya (lid) hingga rapat.
4. Kemudian start alat dengan memutar switch timer ke angka 3, alat akan jalan selama 3 menit .
5. Ketok-ketok tutup alpine dengan pengetoknya (tekanan negatif berada 150-25 WG) selama pengujian ayak berlangsung.
6. Setelah 3 menit alat akan stop secara automatis, dengan hati-hati ambil dan timbang sisa material yang tertinggal diatas ayakan dan catat beratnya.
B. Pengujian Kehalusan Dengan Blaine (Secara automatic)
1. Tentukan Bj Semen yang akan diuji.
Dengan memasukan nilai BJ pada funnel akan didapatkan jumlah semen yang akan ditimbang.
2. Masukkan semua semen yang ditimbang ke dalam permaebilitas yang telah diberi alas piringan dan 1 lembar kertas saring.
3. Ketok-ketok dinding sel sehingga semen yang menempel pada dinding sel akan jatuh dan permukaan akan rata.
4. Tempatkan 1 lembar kertas saring pada sel, tekan pelan-pelan dengan plunger sampai bibir plunger menyentuh bibir sel permaebilitas.
5. Tarik plunger ke atas, putar 900, tekan ke bawah pelan-pelan dengan hati-hati, tarik plunger dari sel permaebilitas.
6. Tempatkan sel permaebilitas pada manometer (sebelumnya bagian dinding luar sel yang masuk ke manometer diberi vaselin tipis agar kedap udara.
7. Pada posisi display menu (20,53) pilih No. 1 kemudian enter.
8. Posisi test reference, masukkan nama sampel, kemudian enter.
9. Pilih operator list, kemudian enter, disini terdisplay jumlah semen yang ditimbang (sesuai type semen).
10. Tekan enter, alat akan bekerja otomatis serta hasil blaine akan muncul dipanel alat dan catat nilai kehalusannya.
C. Pengujian Pengikatan Semu (False Set)
1. Ditimbang semen sebanyak 500 gram, kemudian ditakar air dengan gelas ukur secukupnya untuk menghasilkan pasta dengan penetrasi awal sebesar 32 ± 4 mm, kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam mangkok dan ditunggu aduk yang telah dipasang pada posisi mengaduk.
2. Kemudian dimasukkan semen kedalam mangkok dan tunggu selama 30 detik agar air diserap semen.
3. Dijalankan mesin pengaduk dan aduk pada kecepatan rendah (140 ± 50 putaran per menit) selama 30 detik.
4. Stop pengaduk selama 15 detik dan selama waktu itu kumpulkan ke bawah pasta yang menempel pada dinding mangkok.
5. Jalankan pengaduk pada kecepatan sedang (285 ± 10 putaran per menit) dan diaduk selama 2,5 menit.
6. Stop pengaduk, cepat-cepat pasta diambil dibentuk menjadi bola dengan kedua tangan (pakai sarung tangan karet).
7. Tekankan bola pasta dengan satu telapak tangan ke dalam lubang yang besar dari cincin ebonit yang dipegang dengan tangan lainnya, lanjutkan pengisian pasta kedalam cincin.
8. Letakkan cincin dengan lubang yang besar ini pada plat kaca.
9. Ratakan permukaan kaca dengan tepi lubang cincin yang kecil dengan sekali gerakan tepi pisau segitiga dan haluskan permukaannya. Selama pelaksanaan meratakan dan menghaluskan hindarkan tekanan pada pasta.
a. Penetrasi Awal
1. Tepatkan pasta pada cincin ebonit pas dibawah batang peluncur harus bersentuhan kira-kira sepertiga diameter dari tepi dan ujung peluncur harus bersentuhan dengan permukaan pasta dan setelah itu scrub dikunci.
2. Tepatkan indikator pada tanda nol sebelah atas dari skala, dilepaskan batang peluncur paling lama 20 detik setelah selesai pengadukan.
3. Selama dari pengujian alat harus bebas dari getaran.
4. Apabila batang telah meluncur sedalam 32 ± 4 mm di bawah permukaan pasta dalam waktu 30 detik setelah peluncuran berarti pasta telah mencapai konsistensi yang tepat.
5. Konsistensi ini adalah penetrasi awal, kembalikan kelebihan pasta dalam mangkok kemudian ditutup mangkok dan pengaduk. Jangan lupa mencatat nilai penetrasi awal.
b. Penetrasi Akhir
1. Setelah selesai pembacaan awal, batang peluncur diangkat dari pasta dan dibersihkan.
2. Tempelkan batang peluncur diposisi lain dari permukaan pasta.
3. Lepaskan batang peluncur untuk kedua kalinya, 5 menit setelah selesai mengaduk.
4. Tentukan penetrasi akhir 30 detik setelah batang dilepaskan. Kemudian catat hasil penetrasi terkhir. Untuk mengetahui nilai False Set dapat digunakan rumus berikut :
False Set =
D. Pengujian Konsistensi Normal
1. Ditimbang semen 650 gram kemudian ditakar air dengan gelas ukur ± 24% dari berat semen.
2. Dimasukkan air ke dalam mangkok aduk yang sebelumnya telah dipasang dalam posisi mengaduk
3. Ditambah semen ke dalam air dan tunggu selama 30 detik agar air campuran terserap.
4. Jalankan pengaduk dan campurkan pada kecepatan rendah ( 140 ± 5 putaran per menit) selama 30 detik.
5. Stop pengaduk selama 15 detik dan selama waktu itu turunkan pasta yang menempel pada dinding mangkok.
6. Jalankan pengaduk pada kecepatan sedang (285 ± 10 putaran per menit) dan dicampurkan selama 1 menit.
7. Stop pengaduk dan ambil pasta dengan tangan (pakai sarung tangan karet).
8. Dibentuk pasta yang terjadi menjadi bola dengan kedua tangan lainnya dengan jarak ± 15 cm.
9. Masukkan bola pasta dengan satu telapak tangan ke dalam lubang yang besar dari cincin ebonit yang dipegang dengan tangan lainnya.
10. Letakkan cincin dengan lubang yang besar ini pada plat kaca dan potong kelebihan pada lubang cincin yang kecil dengan cara sekali gerakan tepi pisau aduk segitiga pada permukaan cincin dan haluskan (hindarkan penekan pada pasta).
11. Tempatkan tengah-tengah pasta dalam cincin di bawah batang peluncur, tempelkan ujung batang peluncur pada permukaan pasta dan lepaskan batang peluncur vicat selama 30 detik.
12. Konsistensi normal dinyatakan tercapai apabila peluncur menembus sampai batas (10 ± 1) mm di bawah permukaan pasta dalam waktu 30 detik. Untuk mengetahui nilai Normal Konsistensi dapat digunakan rumus berikut :
Normal Konsistensi =
E. Pengujian Waktu Pengikatan dengan Alat Vicat
1. Timbang semen sebanyak 650 gram, dimasukkan air sesuai dengan kosistensi normal.
2. Disiapkan pasta semen sesuai dengan cara penyimpanan pasta untuk konsistensi normal.
3. Selesai mencetak tepatkan segera benda uji dalam ruangan lembab, kecuali hanya pada saat menentukan waktu pengikatan dilakukan.
4. Biarkan benda uji dalam ruang lembab selama 30 menit setelah mencetak.
5. Kemudian lakukan pengujian penetrasi dengan jarum vicat yang berdiameter 1 mm, biarkan jarum turun selama 10 menit pada jangka waktu 15 menit.
6. Jarak antara setiap titik-titik penetrasi tidak boleh kurang dari 6,4 mm dan jarak titik terdekat dengan dinding dalam cetakan tidak kurang dari 9,5 mm.
7. Catat pengujian penetrasi, dengan interpolasi tentukan waktu di mana penetrasi diperoleh 25 mm.
8. Pengikatan akhir tercapai bila jarum tidak nampak terbenam pada permukaan pasta.



F. Pengujian Kekuatan Tekan
1. Ditimbang semen 740 gram (untuk 9 buah benda uji) dan 2.035 gram pasir Ottawa.
2. Ditakar air sebanyak 395 mL.
3. Letakkan mangkok dan pengaduk yang telah kering dalam posisi mengaduk pada mesin pengaduk.
4. Masukkan air ke dalam mangkok aduk, tambahkan semen ke dalam air dan dijalankan mesin pengaduk dengan kecepatan rendah (140 ± 5 putaran per menit) selama 30 detik.
5. Tambahkan pasir perlahan-lahan minimal dalam 30 detik kecepatan rendah.
6. Stop pengadukkan, pindahkan pengadukan ke kecepatan sedang (285 ± 10 putaran per menit) selama 30 detik.
7. Mesin pengaduk dihentikan dan diaduk, lalu dibiarkan selama 1,5 menit pada selang waktu 15 detik pertama turunan adonan yang menempel pada dinding mangkok, selanjutnya mangkok pengaduk ditutup dengan penutupnya untuk mencegah penguapan air dalam pasta.
8. Jalankan alat pengaduk kembali dengan kecepatan sedang selama 60 detik.



a. Pencetakan Benda Uji
1. Pencetakan benda uji harus telah dimulai paling lambat 2,5 menit setelah selesai pengadukan.
2. Dituangkan adukan ke dalam masing-masing cetakan kira-kira
setengah dari isi cetakan dan dipadatkan dengan kedalaman ±4 mm dengan 32 ketukan.
3. Dituangkan lagi adukan ke dalam cetakan sampai penuh dan
dipadatkan lagi dengan 32 ketukan.
4. Selama ketukan, adukan sampel yang keluar dimasukkan lagi
ke dalam cetakan setiap selesai ketukan dengan menggunakan
jari-jari yang terbungkus sarung tangan.
5. Dipotong kelebihan adukan pada permukaan cetakan dengan pisau aduk segitiga dan haluskan permukaan benda uji dengan punggung sendok segitiga yang agak dimiringkaan sehingga permukaan benda uji rata dengan permukaan cetakan.
6. Bersihkan cetakan dari pasta yang melekat dan menempel pada
permukaan cetakan dengan memakai kain yang kering dan bersih.





b. Penyimpanan Benda Uji
1. Setelah melakukan percetakan, letakkan benda uji dalam ruang lembab ( curing chamber ) selama 20 – 24 jam.
2. Jaga agar permukaan benda uji selalu berhubungan dengan udara lembab, tapi harus terlindungi atau jangan sampai terkena percikan air.
3. Setelah 24 jam, cetakan dibuka dan dikeluarkan benda uji dari dalam cetakan dan diberi tanda atau kode dari contoh benda uji yang telah dicetak dengan spidol anti air.
4. Masukkan benda uji tersebut ke dalam air perendam dalam curing chamber yang anti karat dan airnya harus terjaga kebersihannya dan merupakan larutan jenuh kapur padam (Ca(OH)2). Rendam benda uji selama 3 hari ( masing-masing sample 3 buah cetakan), 7 hari ( 3 buah cetakan), dan 28 hari (3 buah cetakan).
5. Agar diperhatikan, selama perendaman tidak boleh ada perubahan atau fluktuasi suhu dan kelembaban yang mencolok.
c. Penentuan Kekuatan Tekan
1. Segera lakukan pengujian apabila benda uji telah dikeluarkan dari ruang lembab atau perendaman untuk pengujian 3 hari, 7 hari, dan 28 hari.
2. Bersihkan benda uji dengan kain basah ( lembab) yang bersih sampai kondisi permukaan kering dan hilangkan butiran pasir atau lapisan kasar dari permukaaan yang akan kontak dengan landasan blok mesin uji.
3. Lakukan penekanan benda uji dengan alat penekan yang telah dikalibrasi dengan kecepatan penekanan yang ditetapkan sedemikian rupa sehingga tekanan maksimum tercapai dalam waktu tidak kurang dari 20 detik dan tidak lebih dari 80 detik dengan beban tekanan pada permukaan yang betul – betul rata.
4. Jangan melakukan perubahan pada alat pengatur dari mesin uji kuat tekan pada saat benda uji sedang ditekan dan belum pecah. Catat nilai kuat tekan yang tertera pada alat dan gunakan rumus berikut :
Kuat Tekan =
4.6.2 Uji Kimia
A. BTL (Bagian Tak Larut dalam Asam)
1. Ditimbang 1,0000 gram contoh semen dengan teliti dan masukkan ke dalam gelas kimia 250 mL.
2. Tambahkan 25 mL air.
3. Sambil gelas kimia digoyangkan, dengan segera ditambahkan 5 mL HCl 1:1.
4. Bila perlu panaskan larutan.
5. Tekan-tekan contoh dengan ujung batang pengaduk kaca sampai terurai sempurna.
6. Encer larutan sampai dengan 50 mL dengan air panas (hampir mendidih).
7. Tutup campuran tersebut dan panaskan di atas pelat panas sampai mendekati titik didih. Biarkan 15 menit pada suhu hampir mendidih di penangas uap.
8. Saring melalui kertas saring berpori medium ke gelas kimia 400 mL.
9. Cuci gelas kimia, kertas saring dan endapan 10 kali dengan air panas.
10. Filtrat dari bagian tak larut digunakan untuk penetapan SO3.
11. Pindahkan kertas saring dan endapan ke dalam gelas kimia semula.
12. Tambahkan 100 ml larutan NaOH panas (10 g/L).
13. Dipanaskan selama 15 menit pada suhu hampir mendidih,
selama dipanaskan sekali-kali diaduk campuran dan hancurkan kertas saring dengan batang pengaduk.
14. Asamkan larutan dengan HCl dan gunakan Metil Merah sebagai indikator.
15. Tambahkan HCl 1:1 berlebih 4-5 tetes hingga larutan berubah menjadi merah muda. Lalu saring dengan kertas saring berpori medium ( Whatman 40).
16. Cuci endapan sekurang-kurangnya 14 kali dengan larutan NH4NO3 panas (20 g/L) untuk meyakinkan bahwa kertas saring dan isinya tercuci sempurna.
17. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam krusibel platina yang telah diketahui beratnya, bakar dan pijarkan pada suhu 900-1000oC sekurang-kurangnya 30 menit.
18. Dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang berat endapan.
19. Lakukan penetapan blanko dengan mempergunakan pereaksi dan cara yang sama.
20. Perhitungan hasil blanko sebagai koreksi dalam perhitungan. Untuk mengetahui nilai persen BTL dapat digunakan rumus berikut :
%BTL=
B. Hilang Pijar semen (Lost of Ignition)
1. Timbang 1,0000 g contoh semen dengan teliti dalam crusibel yang telah diketahui beratnya.
2. Tutup dan pijarkan dalam furnace pada suhu 950 kurang lebih
50 oC selama 1 jam.
3. Biarkan paling sedikit 15 menit untuk waktu pemanasan awal dan sekurang-kurangnya 5 menit untuk tiap periode waktu berikutnya.
4. Dinginkan dalam desikator dan timbang sampai didapatkan berat yang konstan. Catat berat yang hilang dengan menggunakan rumus berikut :
%HilangPijar =
C. CaO Bebas (Free Lime)
1. Pindahkan 60 mL pelarut glyserin etanol 1:2 ke dalam erlenmeyer 250 mL, bersih dan kering. Tambahkan 2,0000 gr Strontium Nitrat Anhidrat Sr(NO3)2 dan atur pelarut hingga sedikit bersifat alkali dengan penambahan tetes demi tetes NaOH encer dan segar dalam alkohol hingga terbentuk warna sedikit merah muda.
2. Timbang 1,0000 gram contoh yang telah dihaluskan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Masukkan batang pengaduk magnet dan segera hubungkan dengan kondensor pendingin air.
3. Didihkan larutan dalam erlenmeyer dengan meletakkan diatas plat pemanas yang berpengaduk magnetik, biarkan selama 20 menit dengan kecepatan pengadukan sedang.
4. Lepaskan kondensor dan saring isi labu dengan corong Buchner dibawah penghisap dengan memakai erlenmeyer vakum.
5. Didihkan filtrat dan segera titrasi dengan larutan baku ammonium asetat 0,2 N (jangan digoyang terlalu keras) hingga tidak berwarna (hilangnya warana merah muda) dan catat volume penitarannya.

%CaO Bebas =
4.7 Reaksi Kimia
4.7.1 Uji Bagian Tak Larut Dalam Asam
Semen + HCl * Senyawa / garam klorida yang larut dalam air.
* H2SiO2 berbentuk gel dan tidak lolos dalam
penyaringan.
* H4SiO4 berbentuk gel dan tidak lolos dalam
penyaringan.
* Bagian tak larut lainnya.
H2SiO2
+ NaOH * Na2SiO4 + Bagian tak larut dengan NaOH
H2SiO4 * Na4SiO4 ( larut )
Bagian tak larut

4.7.2 Uji Hilang Pijar
800oC
CaCO3 CaO + CO2







4.7.3 Uji CaO Bebas dalam Semen
H2C O
| Ca
H2C OH HC O
| |
3 CaO + 2HC OH HC O
| | Ca + 3H2O
H2C OH HC O
| (Gliserol) HC O
| Ca
H2C O
(Kalsium Gliserol)
Larutan warna merah
H2O - O
| Ca O
HC – O CH3 – C
| O O
HC - O
| Ca + 3 CH3 – C 3Ca + 3NH3 +3 H2O
HC - O
| NH4 O
HC – O CH3 - C
| Ca O
H2C – O
(Kalsium Gliserol) (Ammonium Asetat) (Kalsium Asetat)


H2 – C – ONH4 H2 – C - OH
+ 2H – C – ONH4 3H2O H – C - OH + 3NH3
H2 – C – ONH4 H2 – C - OH
(Ammonium Gliserol) (Gliserol)



4.8 Pengamatan
4.8.1 Bagian Tak Larut dalam Asam
Sampel + HCl + Aquades larutan berwarna kuning, disaring filtrate ( larutan a ) berwarna kuning (larutan a dipanaskan untuk SO3) dan endapannya + larutan NaOH larutan bening + indikator MM + HCl terbentuk warna pink, disaring endapan bewarna putih muda dipijarkan dalam furnace 1000oC selama 1 jam endapan berwarna coklat.
4.8.2 CaO Bebas
Sampel + Sr(NO3)2 + gliserol etanol 1:1 larutan berwarna bening
direfluk larutan berwarna merah dititrasi dengan Ammonium Asetat sampai hilang warna merah.



BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil dari optimalisasi pembuatan semen PCC sebagai berikut : Lihat Tabel Hasil Percobaan.
5.2 Pembahasan
Dari hasil yang didapat, dapat kita lihat bahwa yang paling mempengaruhi keoptimalisasian semen PCC ini adalah dalam analisa fisika, yaitu kehalusan atau blaine dari semen tersebut. Dimana, kehalusan ini dipengaruhi oleh waktu penggilingan atau ginding time pada masing – masing sampel dari plant II, III, IV, dan V. Semakin lama grinding time penggilingan, maka semen semakin halus dan nilai sisa di atas ayakan semakin kecil juga. Dan dengan semakin halusnya semen, juga akan mengurangi waktu pengikatan semen atau setting time dan meninggikan nilai NC (Konsistensi Normal). Di samping itu, nilai kekuatan tekan semen terlihat semakin tinggi. Inilah yang menjadi patokan akhir dalam menentukan kualitas semen. Semakin tinggi kuat tekan semen, maka semakin bagus semen tersebut. Dari masing-masing sampel tiap plant, dapat dilihat perbedaan waktu penggilingannya, ada yang membutuhkan waktu 20 – 22 menit dan ada pula 15 -17 menit. Pengaruh waktu ini adalah apabila terlalu lama melakukan proses grinding time, maka target produksi tidak tercapai dan perusahaan menjadi rugi. Untuk itu dipilih waktu yang optimal untuk grinding time yang juga menghasilkan analisa fisika yang optimal (tidak terlalu halus dan tidak terlalu kasar). Sedangkan analisa kimia dan X-Ray tidak terlalu berpengaruh, karena umumnya nilai analisa kimia dan X-Ray tidak jauh berbeda.




BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dan hasil yang telah dibahas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil optimalisasi pembuatan semen PCC tersebut sesuai dengan SNI 15 - 7064 – 2004 tentang Portland Composite Cement.
2. Untuk Indarung II, waktu penggilingan (grinding time) yang optimal untuk pembuatan semen PCC ini adalah selama 20,5 menit, dengan dumping selama 10 menit. Dengan jumlah Lime stone dan Pozzolan sebanyak 10,5 %, Klinker 75 %, dan Gypsum 4 %.
3. Untuk Indarung III, waktu penggilingan (grinding time) yang optimal untuk pembuatan semen PCC ini adalah selama 18,5 menit, dengan dumping selama 10 menit. Dengan jumlah Lime stone dan Pozzolan sebanyak 10,5 % , Klinker 75 %, dan Gypsum 4 %.
4. Untuk Indarung IV, waktu penggilingan (grinding time) yang optimal untuk pembuatan semen PCC ini adalah selama 20,5 menit, dengan dumping selama 10 menit. Dengan jumlah Lime stone 6 %, Pozzolan 15 % , Klinker 75 %, dan Gypsum 4 %.
5. Untuk Indarung V, waktu penggilingan (grinding time) yang optimal untuk pembuatan semen PCC ini adalah selama 20,5 menit, dengan dumping selama 10 menit. Dengan jumlah Lime stone 14 %, Pozzolan 7 % , Klinker 75 %, dan Gypsum 4 %.

6.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil kualitas semen PCC yang lebih baik, disarankan agar percobaan skala laboratorium ini diaplikasikan dalam pembuatan semen PCC di lapangan. Dan untuk mengkonfirmasikan percobaan ini, perlu dilakukan skala lapangan, guna melihat sejauh mana performance-nya di lapangan. Di samping itu juga disarankan kepada analis, agar memahami prosedur kerja terlebih dahulu, mengerti dengan tujuan kerja, dan bekerja dengan teliti. Karena dapat mempengaruhi hasil analisa dari percobaan ini.



DAFTAR PUSTAKA

ASTM C 150-02a, Standard Specification for Portland Cement

http://www.semenpadang.go.id
Jinis, N. 1993. Pengertian Tentang Semen. Padang : Biro Pembinaan dan Pengembangan Personil PT Semen Padang.
Roekmini, E. 1998. Pengertian Umum Semen. Padang : Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Semen Padang.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-2049-2004. Portland Cement.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-7064-2004. Portland Composite Cement.
Tim Pelayanan Teknis PT Semen Padang. 1998. Teknologi Semen. Padang :
PT Semen Padang.











Lampiran 1
PEMBUATAN REAGEN

1. HCl 1:1
Dipipet 1.250 mL HCl p.a dimasukkan ke dalam gelas kimia, kemudian dilarutkan dalam 1.250 mL aquades, lalu diaduk hingga homogen.
2. NaOH 2 %
Ditimbang 50,00 gram NaOH, dan dimasukkan ke dalam gelas piala dan dilarutkan dalam 2.500 mL aquades. Aduk hingga larutan homogen.
3. BaCl2 10 %
Ditimbang 250,00 gram BaCL2, kemudian dilarutkan dalam 2.500 mL aquades.
4. Gliserol Etanol 1:2
Campurkan 1 bagian volume gliserin dengan 2 bagian volume etanol. Untuk setiap liternya ditambahkan 2,00 mL larutan indikator Phenol Phtalein.
5. Larutan Baku Ammonium Asetat ( 1 mL = 0,005 gram CaO )
Siapkan larutan baku ammonium asetat dengan cara berikut :
a. Larutkan 16 gram ammonium asetat (yang telah disimpan sebelumnya di dalam desikator). Dalam 1 liter etanol dalam botol tertutup yang kering dan bersih.
b. Bakukan larutan dengan cara sebagai berikut :
1. Pijarkan 0,1000 gram baku primer kalsium karbonat dalam krusibel pada suhu 900-1000OC. dinginkan dalam desikator dan timbang dengan ketelitian 0,0001 gram hingga berat tetap, lakukan penimbangan dengan cepat untuk mencegah penguapan air dan CO2.
2. Pindahkan segera CaO tanpa penggilingan dalam erlenmeyer 250 mL bersih dan kering, ditimbang kembali krusibel kosong dengan ketelitian 0,0001 gram untuk menentukan jumlah CaO yang dipindahkan.
3. Tambahkan 60 mL pelarut gliserol etanol. Tambahkan 2,0000 gram Stronium Nitrat Anhidrat (Sr(NO3)2), masukkan batang pengaduk magnetik, hubungkan dengan kondensor tegak.
4. Letakkan di atas plat pemanasan yang berpengaduk magnetik, biarkan selama 20 menit dengan kecepatan pengaduk sedang. Kemudian lepaskan kondensor.
5. Didihkan filtrat dengan segera, kemudian titrasi dengan larutan baku Ammonium Asetat hingga titik akhir titrasi tidak berwarna.
6. Indikator Phenol phtalein
Larutkan 1,0000 gram phenol phtelein dalam 100 mL etanol dan homogenkan larutan.
7. Indikator MM (Metil Merah)
Larutkan 1,0000 gram metal merah dalam 100 mL etanol, kemudian homogenkan larutan.




Lampiran 2
CONTOH PERHITUNGAN

1. UJI FISIKA
a. Sisa di Atas Ayakan (45μ)
Suhu : 230C
Kelembaban : 84 %
Bukaan Ayakan : 45μ
Berat contoh : 20,00 gram
Sisa di Atas Ayakan : 3,77 gram
% Sisa di Atas Ayakan =
=
= 18,85 %
b. Blaine (Kehalusan)
Berat Contoh : 2,8948 gram ( Semen PCC )
Blaine (S) = K (cm2/g)
= 3.739 cm2/g
c. Waktu Pengikatan
Pengikatan Awal = 162 menit
Pengikatan Akhir = 250 menit


d. Normal Consistency (Konsistensi Normal)
Jumlah Air : 159 mL
Berat Contoh : 650 gram
% NC =
=
= 24,46 %
e. Kekuatan Tekan
Nilai kuat tekan pada alat :
1. 75 kg/N
2. 73 kg/N
3. 74 kg/N
Rata-rata = kg/N
Kuat Tekan =
Kuat Tekan = 302 KN
2. UJI KIMIA
a. CaO Bebas (Free Lime)
Berat Contoh = 1,0000 gram
Feri Amonium Acetat = 0,658 gram
% Free Lime =
% Free Lime =
= 14,35 %
b. BTL (Bagian Tak Larut Dalam Asam)
Berat cawan + endapan = 24,6895 gram
Berat cawan kosong = 24,5945 gram
Berat endapan = 0,0950 gram
Berat contoh = 1,0000 gram
%BTL =
=
= 9,50 %
c. Hilang Pijar (Lost Of Ignition)
Berat Sebelum Dipanaskan I ( g ) II ( g )
Berat Cawan 18,7620 20,5538
Berat Cawan + Contoh 19,7621 21,3536
Berat Contoh 1,0001 0,9989
Berat Setelah Dipanaskan I (g ) II (g )
Cawan + Contoh 19,7027 21,4940
Berat Yang Hilang 0,0594 0,0596
% Hilang Pijar 5,94 5,96
Rata – rata 5,95

a. % Hilang Pijar =
=
= 5,94 %
b. % Hilang Pijar =
=
= 5,96 %
c. Rata-Rata =
= 5,95 %